About Us

ads2

TEMBANG JAWA

Balai Edukasi | 17:05 |
TEMBANG macapat sungguh merupakan karya adiluhung para pujangga Jawa. Selain memiliki paugeran yang sangat indah dalam bentuk guru lagu, guru wilangan dan sebagainya, tembang macapat juga mengandung ajaran luhur yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pada mulanya, tembang macapat selalu dialunkan dalam setiap momentum yang bersifat ritual dan sakral.
  1. Pocung Pelog Slendro 9
  2. Asmaradana Pelog 6
  3. Gambuh Pelog 6
  4. Mijil Pelog Barang
  5. Kinanthi Pelog Barang
  6. Maskumambang Pelog Barang

Sekitar 30 sampai 40 tahun lalu, tembang macapat juga masih sering dilantunkan pada saat tirakatan atau jagongan bayi lahir. Di antaranya Kidung yang diuntai dalam bentuk tembang Dhandhanggula, sedangkan kalau untuk tolak balak bayi yang menangis terus-menerus biasanya dilantunkan tembang Kinanthi seperti berikut: Pitik tulak pitik tukung/ tetulake jabang bayi/ ngedohaken cacing racak/ sarap sawan pan sumingkir/ si tukung mengungkung arsa/ tinulak bali ing margi//.

Kalau dionceki atau dikupas, sebenarnya ada sembilan (9) tembang macapat yang merupakan perlambang babahan sanga (tahapan) kehidupan manusia, dari Mijil (lahir) sampai Pocung (meninggal atau dipocong). Namun juga harus diakui bahwa oncek-oncek seperti ini sering disebut hanyalah othak-athik gathuk.

Terlepas dari anggapan tersebut, saya beranggapan bahwa para pujangga winasis kita memang telah meninggalkan ajaran luhur lewat tembang macapat. Mijil sudah jelas berarti lahir atau metu (saka guwa garbane sang ibu). Dhandhanggula berasal dari kata dhandhang yang berarti cita-cita atau gegadhangan dan gula yang berarti manis. Dengan demikian dapat kita artikan bahwa tembang Dhandhanggula merupakan ungkapan cita-cita orangtua kepada anaknya yang baru saja lahir, sehingga sang ibu selalu tak henti-hentinya ngudang bayinya supaya kelak menjadi manungsa utama sing migunani tumrap bangsa, nagara lan agama.

Kinanti dapat diartikan bahwa ketika bayi sudah mulai mengenal benda dan alam sekitarnya maka bayi tersebut harus selalu dikanthi atau didampingi oleh orang tua, sampai si anak benar-benar dapat mengerti berbagai benda yang membahayakan dirinya. Biasanya ketika bayi mulai memasuki tahapan ini ditandai dengan ritual tedhak siten. Tahapan berikutnya adalah si anak mengetahui hal-hal baik dan buruk, memasuki masa remaja dan bertingkah laku sebagai bocah enom atau menjadi si enom. Pada tahapan ini anak mulai mengenal tata cara hidup yang besus (macak rapi) dan kemudian mengenal asmara. Kemudian ada tembang Asmarandana, disusul kemudian Gambuh yang berarti keluargane tambah. Yakni tambah menantu, disusul tambah cucu.
Tembang Pangkur menggambarkan tahapan manusia yang sudah mingkur kadonyan atau mulai memikirkan hari akhir, golek dalan padhang, karena usia sudah mulai tua dan sudah punya cucu. Sampai akhirnya memasuki masa ajal atau megat ruh, yang kira-kira sama dengan tembang Megatruh. Tahapan paling akhir kehidupan manusia adalah Pocung, yaitu bila sudah meninggal dan dipocong (dibungkus kain mori) dan kemudian dimasukkan liang kubur.
TEMBANG macapat sungguh merupakan karya adiluhung para pujangga Jawa. Selain memiliki paugeran yang sangat indah dalam bentuk guru lagu, guru wilangan dan sebagainya, tembang macapat juga mengandung ajaran luhur yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pada mulanya, tembang macapat selalu dialunkan dalam setiap momentum yang bersifat ritual dan sakral.
  1. Pocung Pelog Slendro 9
  2. Asmaradana Pelog 6
  3. Gambuh Pelog 6
  4. Mijil Pelog Barang
  5. Kinanthi Pelog Barang
  6. Maskumambang Pelog Barang

Sekitar 30 sampai 40 tahun lalu, tembang macapat juga masih sering dilantunkan pada saat tirakatan atau jagongan bayi lahir. Di antaranya Kidung yang diuntai dalam bentuk tembang Dhandhanggula, sedangkan kalau untuk tolak balak bayi yang menangis terus-menerus biasanya dilantunkan tembang Kinanthi seperti berikut: Pitik tulak pitik tukung/ tetulake jabang bayi/ ngedohaken cacing racak/ sarap sawan pan sumingkir/ si tukung mengungkung arsa/ tinulak bali ing margi//.

Kalau dionceki atau dikupas, sebenarnya ada sembilan (9) tembang macapat yang merupakan perlambang babahan sanga (tahapan) kehidupan manusia, dari Mijil (lahir) sampai Pocung (meninggal atau dipocong). Namun juga harus diakui bahwa oncek-oncek seperti ini sering disebut hanyalah othak-athik gathuk.

Terlepas dari anggapan tersebut, saya beranggapan bahwa para pujangga winasis kita memang telah meninggalkan ajaran luhur lewat tembang macapat. Mijil sudah jelas berarti lahir atau metu (saka guwa garbane sang ibu). Dhandhanggula berasal dari kata dhandhang yang berarti cita-cita atau gegadhangan dan gula yang berarti manis. Dengan demikian dapat kita artikan bahwa tembang Dhandhanggula merupakan ungkapan cita-cita orangtua kepada anaknya yang baru saja lahir, sehingga sang ibu selalu tak henti-hentinya ngudang bayinya supaya kelak menjadi manungsa utama sing migunani tumrap bangsa, nagara lan agama.

Kinanti dapat diartikan bahwa ketika bayi sudah mulai mengenal benda dan alam sekitarnya maka bayi tersebut harus selalu dikanthi atau didampingi oleh orang tua, sampai si anak benar-benar dapat mengerti berbagai benda yang membahayakan dirinya. Biasanya ketika bayi mulai memasuki tahapan ini ditandai dengan ritual tedhak siten. Tahapan berikutnya adalah si anak mengetahui hal-hal baik dan buruk, memasuki masa remaja dan bertingkah laku sebagai bocah enom atau menjadi si enom. Pada tahapan ini anak mulai mengenal tata cara hidup yang besus (macak rapi) dan kemudian mengenal asmara. Kemudian ada tembang Asmarandana, disusul kemudian Gambuh yang berarti keluargane tambah. Yakni tambah menantu, disusul tambah cucu.
Tembang Pangkur menggambarkan tahapan manusia yang sudah mingkur kadonyan atau mulai memikirkan hari akhir, golek dalan padhang, karena usia sudah mulai tua dan sudah punya cucu. Sampai akhirnya memasuki masa ajal atau megat ruh, yang kira-kira sama dengan tembang Megatruh. Tahapan paling akhir kehidupan manusia adalah Pocung, yaitu bila sudah meninggal dan dipocong (dibungkus kain mori) dan kemudian dimasukkan liang kubur.